KUTTU Culture dan Efek Genting yang Ditimbulkan (Bagian 1)

OPINI — Bahasa atau istilah Kuttu belakangan ini kian populer tatkala Bupati Bulukumba, Andi Muchtar Ali Yusuf dalam beberapa kesempatan sering memotivasi masyarakat Bulukumba untuk lebih produktif.
Oleh : Zaenal Abidin, S.Pd
Setidaknya dalam catatan penulis Andi Utta sapaan dari Andi Muchtar Ali Yusuf di beberapa momen kerap melontarkan kata satire ini kepada orang-orang yang rikuh nan risih untuk berbuat. Mungkin seringkali, tapi hanya beberapa momen sempat terpotret oleh penulis.
Pertama, saat momen lebaran hari raya idul Fitri 1445, Andi Utta memberikan motivasi agar masyarakat Bulukumba bisa lebih produktif dan tidak memelihara sifat dan sikap kuttu.
“Tinggalkan budaya malas itu, jangan terus pelihara sifat kuttu itu. Kita harus percaya diri dengan potensi alam kita yang tidak kalah dengan daerah lain, untuk kita kelola dan maksimalkan guna meningkatkan kemampuan ekonomi dan daya beli masyarakat,” ungkapnya.
Selanjutnya Andi Utta juga menyampaikan perlunya menghindari budaya kuttu saat tampil membuka acara Balai Latihan Kerja Bulukumba, Rabu, 15 Mei 2024. Ia menekankan pentingnya kerja keras dengan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Ia berharap pelatihan kompetensi itu harus betul-betul memberi efek positif, terutama dalam membentuk mindset untuk membuka lapangan pekerjaan sendiri.
Teranyar, seruan melawan budaya kuttu juga disampaikan saat pencanangan Gerakan Menanam Lombok Nikmati Hasilnya (GEMOIH) di Jl Cumi-Cumi Kelurahan Ela Ela Kecamatan Ujungbulu, Senin (21/5/2024).
Dikatakan gerakan tanam lombok ini sebagai upaya melawan budaya kuttu masyarakat. “Karena kuttu dan gengsi, lahan-lahan kosong dibiarkan terbengkalai, padahal lahan tersebut bisa lebih produktif jika ditanami,” katanya.
Lalu apa pengertian Kuttu itu sendiri ?. Kuttu adalah bahasa Bugis, Makassar dan juga bahasa Konjo yang kurang lebih mengandung arti malas. Idntimes.com merangkum kosakata dalam bahasa Makassar yang menggambarkan sifat buruk manusia, kuttu adalah seseorang yang kerjanya hanya tidur dan berpangku tangan. Tidak ada pekerjaan yang mau dipegang. Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, malas dapat diartikan tidak mau bekerja atau tidak mau mengerjakan sesuatu.
Malas juga mencerminkan situasi di mana seseorang menghindari melakukan pekerjaan yang seharusnya dapat diselesaikan dengan potensi dan energi yang dimilikinya. Malas sering kali terkait dengan dua perilaku, yaitu prokrastinasi (menunda-nunda) dan keadaan tidak melakukan apa-apa (idleness).
Jika kecenderungan malas tidak diatasi, bisa sulit untuk mengubahnya dan dapat menjadi bagian dari kepribadian seseorang. Tanpa disadari, hal ini dapat menyebabkan hilangnya rasa percaya diri karena ketidakmampuan dalam mengambil tanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan, yang kemudian dapat mempengaruhi pandangan negatif dari orang lain terhadap mereka. Dampaknya, orang yang cenderung malas akan sering menghadapi kegagalan.
Meskipun normal jika setiap orang kadang merasa malas, namun bukan berarti kita harus terus-menerus menuruti perasaan tersebut karena dapat berdampak buruk pada diri sendiri.
Ketika malas menghampiri, kita sering enggan melakukan apapun, menghindari usaha, dan cenderung menunda-nunda tugas, yang akhirnya menumpuk dan membuat kita semakin enggan untuk bertindak. Oleh karena itu, penting untuk menyadari konsekuensi negatif dari keengganan tersebut agar kita bisa mengatasinya dengan cepat!
Sebagai nakhoda yang berlatar belakang pengusaha, Andi Utta tentu paham betul efek negatif yang bakal ditimbulkan jika rasa dan budaya kuttu ini tidak segera diatasi.
Dikutip dari yoursay.id. ada beberapa dampak buruk jika rasa malas telah menjadi budaya. Pertama, banyak peluang yang terlewati Malas bisa membuat kita kehilangan banyak peluang dalam kehidupan. Sebab, sesuatu yang seharusnya dikerjakan namun tidak dikerjakan karena adanya kemalasan dari dalam diri seseorang, bisa jadi terdapat banyak peluang yang bisa didapatkan dan juga setiap kegiatan tertentu selalu memiliki makna dan pembelajaran berharga.
Namun demikian, karena rasa malas akhirnya peluang yang seharusnya kita dapatkan menjadi terlewati begitu saja karena dampak dari rasa kuttu.
Selanjutnya, budaya kuttu menghambat seseorang menggapai sukses. Keberhasilan tercapai saat kita mencapai tujuan yang diinginkan dan merasakan kebahagiaan serta kepuasan setelahnya.
Namun, untuk mencapai kepuasan dan kebahagiaan itu, diperlukan upaya keras, kecerdasan, ketekunan, kesabaran, dan tekad untuk berusaha maksimal. Jika kita tidak mengatasi rasa kuttu dengan cepat, hal itu dapat menghambat perjalanan menuju kesuksesan.
Kuttu sering kali muncul dari kebosanan terhadap hal-hal tertentu, entah itu lingkungan, pasangan hidup, atau pekerjaan, yang kemudian dapat menyebabkan seseorang menjadi malas terhadap berbagai aktivitas, termasuk olahraga, yang pada akhirnya berdampak negatif pada kesehatan.
Jika kemalasan tidak ditangani, tidak hanya kesehatan fisik yang terganggu, tetapi juga kesehatan mental, sehingga seseorang menjadi rentan terhadap rasa minder dan kekurangan percaya diri.
Terakhir, Kuttu dapat menyebabkan banyaknya waktu terbuang serampangan. Sejatinya, semakin cepat seseorang menyelesaikan tugasnya, semakin cepat pula bisa beristirahat atau melakukan kegiatan penting lainnya. Namun, jika rasa malas dibiarkan mengendalikan, tugas-tugas yang seharusnya diselesaikan akan menumpuk, dan kemalasan akan semakin memengaruhi diri kita. Akibatnya, waktu terbuang percuma hanya untuk berdiam diri.
Itu adalah dampak negatif yang bisa terjadi jika kita tetap berkutat pada rasa dan budaya kuttu. Kunci utama dari cara menghilangkan rasa malas berasal dari diri sendiri. usahakan untuk tetap menjaga semangat agar tidak turun dan tetap fokus dalam menjalani setiap prosesnya. (Bagian 1 dari 3 bagian).
Penulis adalah eks instruktur vokasi pada Balai Latihan Kerja Bulukunba, instruktur produktivitas pada Rumah Vokasi Panrita Cipta Usaha Bulukumba dan penulis buku “Cara Hebat Menjadi Instruktur Vokasi”
Catatan : Artikel atau Opini yang dipublikasikan di JEJAKTOKOH.COM sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis. Pengelola JEJAKTOKOH.COM dapat mengedit naskah tanpa mengubah substansi artikel atau opini yang masuk ke redaksi.